Office Boy Kebersihan Kota
Hari minggu di minggu ke tiga setiap bulan, menjadi hari yang paling ku nantikan. Aku & keluarga memiliki ritual pergi ke Car Free Day, program hari dimana tanpa ada kendaraan bermesin melintas di jalan raya, yang digelar dari pukul 6 pagi sampai pukul 9.
Hingar bingar suara musik yang mengiringi orang-orang senam pagi, hiruk pikuk orang yang berjalan-jalan di sepanjang jalan raya yang di blokir, berbagai macam pedagang yang menawarkan dagangannya, dari mulai makanan, mainan, hingga kebutuhan rumah tangga.
Hal-hal itu memberikan hiburan tersendiri bagi kami. Karena itu, kami mencanangkannya sebagai ritual. Tak jarang juga kami bertemu kawan lama, sesama wali murid di sekolah anak kami atau teman kerja. Dan yang setiap kali kami temui adalah wanita separuh baya, dengan kaos lengan panjang & celana training panjang bertuliskan ’PGRI’ dengan warna yang sama setiap kami bertemu. Sebut saja dia Bu Siti.
Menjelang pukul 9, menjelang Car Free Day usai, dimana hiruk pikuk massa mulai surut, dalam perjalanan kami pulang ke rumah, di situlah kami selalu bertemu Bu Siti. Di depan RM Cianjur, di bawah pohon mangga di depan rumah makan itu, Bu Siti sudah siap untuk mengerjakan tugasnya. Dia selalu tersenyum, sambil membawa sapu lidi dengan gagang panjang di tangannya. Dia membersihkan seluruh area Car Free Day dengan sapu itu.
Saat semua orang beranjak pulang dengan langkah gontai, Bu Siti masih tersenyum dengan membawa sapu lidinya. Gigi serinya yang sudah tidak utuh lagi semakin menegaskan tanda guratan di wajahnya yang mengisyaratkan dia sudah tidak muda lagi.
Pertemuan pertama kami adalah pada saat Car Free Day di gelar perdana, anak kami menolak untuk diajak pulang & meronta. Saat itu, Bu Siti menghampiri kami, merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan beberapa buah permen & memberikannya pada anak kami. Kemudian, dia mengajak kami untuk berteduh di bawah pohon mangga, tempat ia berteduh menunggu acara Car Free Day selesai. Di situlah kami berkenalan & berbincang.
Saat itu dia bercerita tentang jam kerjanya yang dimulai pukul 3 dini hari dan berakhir pada pukul 9 pagi. Setiap hari, termasuk juga hari minggu & hari libur, kecuali hari raya, jam kerja Bu Siti berakhir pukul 7 pagi. Sudah lama dia bekerja sebagai Office Boy Kebersihan Kota, begitulah aku mengistilahkannya. Sejak dia masih memiliki 1 anak & belum memiliki cucu. Wow ...
Tubuhnya yang kulihat kurus & kulitnya yang menghitam mengundang pertanyaanku saat itu. Dia pun bercerita tentang kehidupannya. Ternyata hidupnya sangat sederhana sekali. Bahkan sampai usia sekarang pun dia masih menanggung hidup anak & cucunya. Betapa aku merasa beruntung & bersyukur setelah mendengar apa yang dia ceritakan.
Soal gaji, aku pun sempat menanyakannya, dia terkekeh & berkata ”alhamdulillah ... disyukuri saja ... lumayan untuk belikan jajan cucu ...” , betapa sederhana sekali. Dia bilang untuk Car Free Day & event-event yang lain seperti bazar, karnaval, pawai adalah bonus, alias ditugaskan tanpa ada hitungan rupiah yang jelas, padahal untuk Car Free Day, aku melihatnya sendiri, sampah cukup banyak & area pun cukup luas, Bu Siti membersihkannya paling lama sampai jam 12 siang. Setelah mendengarnya aku jadi merasa bersalah, karena aku sering buang sampah sembarangan. Andai saja semua orang membuang sampahnya pada tempat sampah, mungkin Bu Siti tidak harus lembur tanpa bayaran hanya untuk memungut sampah-sampah kami.
Saat aku menanyakan padanya kenapa mau kalau tidak di bayar ?? dengan sederhana dia menjawab, kalau yang lain bersih, cuman di situ saja yang kotor, pasti tidak akan terlihat bagus, lagipula pekerjaan itu amanah, apalagi soal kebersihan, bersih itu kan sehat, bersih itu iman. Betapa aku tersindir & merasa nyinyir.
Suamiku pernah bercerita padaku soal Dedikasi. Bahwa mengerjakan segala hal dengan hati adalah Dedikasi. Namun setelah bertemu Bu Siti, aku semakin terinspirasi. Mengerjakan segala hal dengan hati, namun masih memperhitungkan setiap hal dengan rupiah, apakah juga disebut Dedikasi ??
Jika aku jadi Bu Siti mungkin aku lebih memilih berada di rumah bersantai dengan anak-anak & suami. Apalagi hari minggu adalah hari libur. Tapi Bu Siti tidak mengenal hari libur, tidak mengenal uang lembur, namun begitu aku tidak pernah melihatnya malas-malasan. Dia selalu tersenyum & terlihat bersemangat. Saat aku tanya, dia bilang dia ingin setiap hari lancar & sehat, berangkat pagi-pagi, segera bekerja agar segera bersih semua & segera pulang untuk bertemu cucu.
Alangkah indah hati Bu Siti. Saat aku masih tertidur pulas, dia sudah berangkat bekerja, saat aku baru 2 jam beraktivitas, Bu Siti sudah bersimbah peluh, saat aku menemani anak & suami di rumah libur, Bu Siti tetap menyapu jalan, saat ada event Car Free Day, karnaval atau yang lainnya, semua orang berbondong-bondong untuk menikmati hiburan, Bu Siti bersiap-siap untuk membersihkan sampahnya.
Inilah Dedikasi, benar-benar tanpa pamrih, bukan soal waktu, bukan soal rupiah, hanya soal pekerjaan yang dia anggap sebagai amanah. Sebagai seorang yang diberi amanah untuk menjaga kebersihan kota, makna Bersih sungguh sangat mengakar di hati Bu Siti.
Jadi, jika kita telah menganggap diri kita amanah & layak jadi teladan, berkacalah lagi pada Bu Siti Office Boy Kebersihan Kota, karena mungkin saja kita masih perlu belajar banyak hal darinya. Sederhana tapi mantap :).
Salam,
penulis