tidak bisa dipungkiri dan terhapus seperti hujan yang menghapus jejak musafir ...
meskipun di dera oleh prahara yang sangat pahit sekalipun ...
Sejak kecil Ani lebih dekat pada ayahnya dari pada ibunya, mengapa bisa begitu ?? sebab kedekatan seorang anak yang lebih ke ayahnya dibanding ke ibunya sangat jarang ditemui. Ya, itu karena Ibu Ani yang bekerja untuk menghidupi keluarga mereka, sementara Ayah tidak bekerja, Ayah yang merawat Ani di rumah. Ani punya seorang kakak, Raka namanya, namun Raka di rawat oleh tante Ani, adik kandung Ibu Ani, karena itu, Raka tidak sedekat Ani dengan ayah mereka.
Kedekatan Ani dengan Ayah nya berlanjut sampai Ani duduk di Sekolah Dasar, dia merasa selalu bangga dengan hal itu, sebab di antara teman-temannya hanya Ani yang punya cerita begitu. Ani selalu menceritakan hari-harinya dengan Ayah nya pada teman-teman sekolahnya.
Mulai dari sapaan pagi Ayah ketika Ani bangun tidur, sarapan yang dibuatkan & disuapin Ayah, berangkat sekolah di antar Ayah, pulang sekolah di jemput Ayah, seharian di rumah bersama Ayah. Bagi Ani, Ayah adalah Ayah, teman & segalanya bagi Ani. Ibu Ani berangkat pagi sekali & pulang kerja sangat larut, jadi hampir tidak ada waktu Ani berjumpa cukup lama Ibu.
Sampai saat Ani duduk di kelas 5 SD, Ayah Ani mendapatkan pekerjaan, jadi waktu Ani bersama Ayah mulai berkurang, apalagi jam kerja Ayah tidak menentu, kadang pulang lebih cepat, kadang lembur. Ani tidak merasa sedih, sebab Ayah Ani bilang sudah waktunya buat Ani untuk mandiri. Lama kelamaan pola hidup Ani yang serba Ayah, jadi tidak lagi.
Saat Ani SMP, beberapa kali saat malam hari setelah Isya', Ani sering menjumpai Ayah menemui seseorang agak jauh di depan teras rumah, Ani tidak dapat mengenali wajahnya, tapi dari siluet tubuhnya, itu bukan Ibu Ani, lagipula kalau itu Ibu Ani, mengapa harus bertemu di luar rumah ?? Ani sempat menanyakannya pada Ayah, namun sepertinya Ayah tidak begitu senang dengan pertanyaan Ani, maka Ani tidak pernah menanyakannya lagi.
Suatu hari, seharian Ayah hanya diam di rumah, dan itu berjalan sampai beberapa hari. Ani memberanikan bertanya pada Ibu, dan Ani terkejut ketika Ibu bilang, Ayah dipecat dari pekerjannya, jadi Ayah kembali menganggur ...
Di hari ketika Ayah kembali menganggur, Ani masih sering menjumpai Ayah bertemu di luar teras rumah dengan seseorang itu ... Ani merasa penasaran, namun dia takut salah dengan rasa penasarannya ...
Tengah malam itu, Ani tiba-tiba terjaga dari tidurnya karena suara gaduh, lambat laun suara itu makin jelas, itu adalah suara Ayah & Ibu, tapu mengapa mereka saling berteriak ?? dan terdengar suara isakan tangis ibu ... Ani ingin keluar dari kamarnya & memastikan ada apa sebenarnya, namun belum sempat Ani beranjak dari tempat tidurnya, terdengar suara pintu di pukul dengan keras, Ani beringsut mengurungkan niatnya ...
Siang hari, hari Minggu tepatnya, Ani libur sekolah & berdiam di rumah saja, bersama Ayah yang masih belum kembali mendapatkan pekerjaan & Ibu yang kebetulan libur. Terdengar orang mengucap salam, Ibu melihat keluar pintu, mempersilakan & berbincang dengan tamu itu, kemudian tamu itu masuk ke dalam rumah kami, Ayah berlari kecil masuk menuju kamar, Ani bingung, siapa tamu itu ?? kenapa tidak sopan sekali pake masuk-masuk ke dalam rumah ??
Setelah si tamu pulang, Ibu & Ayah berbincang di dalam kamar, dengan pintu yang sedikit terbuka, Ani mendengar pembicaraan mereka, cukup jelas terdengar bagi Ani, karena ingin memperjelas yang tidak percaya telah di dengarnya, Ani mengetuk pintu kamar Kakak, Ani bertanya pada Kakak perihal yang barusan di dengarnya dari menguping pembicaraan Ayah & Ibu di kamar. Kakaknya membenarkan apa yang didengar Ani, kenapa kakak bisa tahu sedetail itu & Ani tidak ?? ityu karena selama ini Kakak lah tempat curhat Ibu.
Ibu & Ayah Ani bertengkar karena Ayah Ani berselingkuh dengan teman kerja wanita Ayah. Dan Ayah juga di pecat karena ketahuan oleh Bos Ayah sedang bermesraan di gudang tempat kerja Ayah ....
Hati Ani rasanya hancur, Rani kembali ke kamarnya dengan air mata yang membanjiri pipinya, beberapa malam Ani tidak bisa tidur nyenyak, hari-hari di sekolahnya dia lewati dengan murung, ingin sekali Ani tidak mempercayai itu, tapi semua sungguh nyata, malam-malam yang dilihatnya ketika Ayah menemui wanita itu, itu adalah bukti yang tidak mungkin di pungkiri oleh Ani ...
Beberapa minggu Ani berlalu, Ani masih sering mengurung diri di dalam kamar, menangis setiap habis shalat ...
Ayah yang selama ini sangat dia sayangi, yang menyelimutinya ketika malam dia terlelap tidur, yang membelanya ketika Ibu marah, yang menggandeng tangannya pulang - pergi sekolah ... kenangan-kenangan itu sangat lekat di benak Ani ...
Ketika Ani & kakaknya pada akhirnya dilibatkan pada pembicaraan serius Ayah & Ibu mengenai rencana perpisahan Ayah & Ibu, Ani yang semula mengikuti kakaknya agar diserahkan saja pada Ayah & Ibu untuk membicarakannya secara baik-baik, pada saat terakhir berubah pikiran, Ani tidak mengijinkan Ayah & Ibu untuk berpisah. Sambil menangis yang tidak bisa ditahannya, Ani menceritakan semua apa yang dirasakannya saat ini, setelah mengetahui prahara Ayah & Ibu Ani. Ani mengatakan bahwa betapa hancur hatinya, namun betapa Ani tidak bisa membenci Ayah seperti Ibu & kakaknya, sebab Ani sangat sayang pada Ayah. Ani juga meminta maaf pada Ibu karena dengan begitu pasti Ani membuat Ibu marah, namun itulah yang sejujurnya, Ani memohon dengan sangat pada Ayahnya kembali menjadi Ayahnya yang dulu ...
Ibu & Ayah Ani memang pada akhirnya memilih untuk tidak berpisah, Ani sangat berterima kasih pada Ayah & Ibunya untuk itu, namun kadang Ani masih sering melihat Ibunya menangis saat mengingat kejadian itu, tidak mau berlaku seperti dulu yang takut, Ani menghampiri & menenangkan ibunya, meyakinkan ibunya bahwa jal itu tidak akan pernah terjadi lagi ...
pesan untuk Ayah :
aku menyayangimu sejak dulu ...
sampai sekarang pun ...
dan tak akan berubah selamanya ...
aku yakin kau pun begitu padaku ...
sedalam & sepahit saat itu ...
aku ikhlas melaluinya ...
demi ayah ...
demi tanganmu yang menyelimutiku di malam hari saat aku tertidur pulas ...
demi kata-katamu yang menenangkan ku dari kemarahan Ibu saat aku berbuat nakal ...
demi segala kenangan indah di masa kecil yang telah kau ukirkan untukku ...
ayah, kembalilah ... kembalilah jadi Ayahku yang dulu ...
aku sayang padamu ...
teruntuk ayahku tersayang, selamat hari ayah ... !!!