My Motivation

Dalam hidup, tidak semuanya mudah, namun saya percaya, seperti yang diajarkan oleh Orang Tua saya & mungkin semua orang tua di semua penjuru dunia, bahwa tekad, niat & kemauan dapat menjawab ketidak mudahan itu, dan tentu saja, motivator dalam hidup, tentu harus ada, keluarga adalah motivator tebesar saya, sebab dalam keluarga lah kita memulai menggali surga

Jumat, 21 November 2014

Hanyalah Titipan

... pagi ini, di briefing pagi, seperti biasa, ada cerita-cerita motivasi atau hanya sekedar sharing cerita-cerita inspiratif ...

... salah seorang dari kami menceritakan sebuah wacana yang bisa di bilang inspiratif sekaligus introspektif, sebab bagi saya, setelah mendengarkan cerita itu, rasanya langsung menembus ke hati dan jantung, seolah di ingatkan kembali bahwa sebenarnya itulah yang terjadi saya, dalam hidup sehari-hari ...

... saya mencoba menceritakannya kembali, dengan judul saya sendiri, sebab saat orang itu bercerita, dia tidak menyebutkan referensi, asal cerita tersebut dia dapat, yang sejenis dengan itulah pokoknya ...

lelaki & senja

sudah disadari bahwa semua yang ada hanyalah titipan
harta hanyalah titipan
pekerjaan hanyalah titipan
istri cantik atau suami tampan, pun hanyalah titipan
anak-anak yang lucu-lucu & cerdas juga hanyalah titipan
semua hal dalam hidup ini adalah hanya titipan
siapa yang menitipkannya ?? tidak lain adalah Allah SWT

hanya saja ada yang terlupakan
yaitu pertanyaan bahwa, mengapa Dia memilih ku untuk menerima titipan itu ??
memperoleh nikmatnya, menikmati masanya
sebenarnya hal tepat apa yang harus kulakukan untuk titipan-titipan itu ??
yang terjadi selama ini adalah aku menjalaninya dengan bahagia ...

namun, saat titipan Nya diambil dariku
aku murung, aku mengumpat, aku marah
aku menyebutnya dengan musibah, derita, dan sebutan-sebuatn buruk lainnya
bagaimana mungkin aku begitu, sedangkan aku sadar bahwa semuanya hanyalah titipan ??

saat pertanyaan itu sudah menyenggol benak & hatiku, barulah aku merasa
bahwa ikhlas & bersyukur adalah jawabannya ...
selalu seperti itu ...
aku lupa ikhlas & bersyukur saat titipan-titipan indahnya datang padaku

aku selalu berdo'a berdasarkan keinginan & hawa nafsuku sebagai manusia
aku mengabaikan kuasa MU & Maha Tahu Mu akan yang terbaik untuk setiap hamba MU
aku tolak sakit, aku tolak miskin
aku tolak semua yang buruk di mataku
aku perlakukan Tuhan seperti matematika
jika aku rajin ibadah, maka titipan-titipan indah Mu lah yang akan kerap menghampiriku
aku marah, aku sedih, saat kau ambil titipan indah Mu, padahal aku rajin beribadah

aku menyadari bahwa Kau lah Yang Maha Kuasa & Maha Tahu
namun entah kenapa aku sering lalai
sehingga aku sering kali lupa ikhlas & bersyukur
saat titipan indah Mu meghampiri maupun saat Kau ambil kembali ...


inspired by Mr. Irwan P.
youre gorgeous, keep fight, good luck ... !!


semoga dapat menjadi ilham bagi setiap yang membaca ... :-)




Jumat, 14 November 2014

Cerita Ayah & Anak

tidak bisa dipungkiri dan terhapus seperti hujan yang menghapus jejak musafir ...
meskipun di dera oleh prahara yang sangat pahit sekalipun ...

Sejak kecil Ani lebih dekat pada ayahnya dari pada ibunya, mengapa bisa begitu ?? sebab kedekatan seorang anak yang lebih ke ayahnya dibanding ke ibunya sangat jarang ditemui. Ya, itu karena Ibu Ani yang bekerja untuk menghidupi keluarga mereka, sementara Ayah tidak bekerja, Ayah yang merawat Ani di rumah. Ani punya seorang kakak, Raka namanya, namun Raka di rawat oleh tante Ani, adik kandung Ibu Ani, karena itu, Raka tidak sedekat Ani dengan ayah mereka.

Kedekatan Ani dengan Ayah nya berlanjut sampai Ani duduk di Sekolah Dasar, dia merasa selalu bangga dengan hal itu, sebab di antara teman-temannya hanya Ani yang punya cerita begitu. Ani selalu menceritakan hari-harinya dengan Ayah nya pada teman-teman sekolahnya.

Mulai dari sapaan pagi Ayah ketika Ani bangun tidur, sarapan yang dibuatkan & disuapin Ayah, berangkat sekolah di antar Ayah, pulang sekolah di jemput Ayah, seharian di rumah bersama Ayah. Bagi Ani, Ayah adalah Ayah, teman & segalanya bagi Ani. Ibu Ani berangkat pagi sekali & pulang kerja sangat larut, jadi hampir tidak ada waktu Ani berjumpa cukup lama Ibu.

Sampai saat Ani duduk di kelas 5 SD, Ayah Ani mendapatkan pekerjaan, jadi waktu Ani bersama Ayah mulai berkurang, apalagi jam kerja Ayah tidak menentu, kadang pulang lebih cepat, kadang lembur. Ani tidak merasa sedih, sebab Ayah Ani bilang sudah waktunya buat Ani untuk mandiri. Lama kelamaan pola hidup Ani yang serba Ayah, jadi tidak lagi.

Saat Ani SMP, beberapa kali saat malam hari setelah Isya', Ani sering menjumpai Ayah menemui seseorang agak jauh di depan teras rumah, Ani tidak dapat mengenali wajahnya, tapi dari siluet tubuhnya, itu bukan Ibu Ani, lagipula kalau itu Ibu Ani, mengapa harus bertemu di luar rumah ?? Ani sempat menanyakannya pada Ayah, namun sepertinya Ayah tidak begitu senang dengan pertanyaan Ani, maka Ani tidak pernah menanyakannya lagi.

Suatu hari, seharian Ayah hanya diam di rumah, dan itu berjalan sampai beberapa hari. Ani memberanikan bertanya pada Ibu, dan Ani terkejut ketika Ibu bilang, Ayah dipecat dari pekerjannya, jadi Ayah kembali menganggur ...

Di hari ketika Ayah kembali menganggur, Ani masih sering menjumpai Ayah bertemu di luar teras rumah dengan seseorang itu ... Ani merasa penasaran, namun dia takut salah dengan rasa penasarannya ...

Tengah malam itu, Ani tiba-tiba terjaga dari tidurnya karena suara gaduh, lambat laun suara itu makin jelas, itu adalah suara Ayah & Ibu, tapu mengapa mereka saling berteriak ?? dan terdengar suara isakan tangis ibu ... Ani ingin keluar dari kamarnya & memastikan ada apa sebenarnya, namun belum sempat Ani beranjak dari tempat tidurnya, terdengar suara pintu di pukul dengan keras, Ani beringsut mengurungkan niatnya ...

Siang hari, hari Minggu tepatnya, Ani libur sekolah & berdiam di rumah saja, bersama Ayah yang masih belum kembali mendapatkan pekerjaan & Ibu yang kebetulan libur. Terdengar orang mengucap salam, Ibu melihat keluar pintu, mempersilakan & berbincang dengan tamu itu, kemudian tamu itu masuk ke dalam rumah kami, Ayah berlari kecil masuk menuju kamar, Ani bingung, siapa tamu itu ?? kenapa tidak sopan sekali pake masuk-masuk ke dalam rumah ??

Setelah si tamu pulang, Ibu & Ayah berbincang di dalam kamar, dengan pintu yang sedikit terbuka, Ani mendengar pembicaraan mereka, cukup jelas terdengar bagi Ani, karena ingin memperjelas yang tidak percaya telah di dengarnya, Ani mengetuk pintu kamar Kakak, Ani bertanya pada Kakak perihal yang barusan di dengarnya dari menguping pembicaraan Ayah & Ibu di kamar. Kakaknya membenarkan apa yang didengar Ani, kenapa kakak bisa tahu sedetail itu & Ani tidak ?? ityu karena selama ini Kakak lah tempat curhat Ibu.

Ibu & Ayah Ani bertengkar karena Ayah Ani berselingkuh dengan teman kerja wanita Ayah. Dan Ayah juga di pecat karena ketahuan oleh Bos Ayah sedang bermesraan di gudang tempat kerja Ayah ....

Hati Ani rasanya hancur, Rani kembali ke kamarnya dengan air mata yang membanjiri pipinya, beberapa malam Ani tidak bisa tidur nyenyak, hari-hari di sekolahnya dia lewati dengan murung, ingin sekali Ani tidak mempercayai itu, tapi semua sungguh nyata, malam-malam yang dilihatnya ketika Ayah menemui wanita itu, itu adalah bukti yang tidak mungkin di pungkiri oleh Ani ...

Beberapa minggu Ani berlalu, Ani masih sering mengurung diri di dalam kamar, menangis setiap habis shalat ...
Ayah yang selama ini sangat dia sayangi, yang menyelimutinya ketika malam dia terlelap tidur, yang membelanya ketika Ibu marah, yang menggandeng tangannya pulang - pergi sekolah ... kenangan-kenangan itu sangat lekat di benak Ani ...

Ketika Ani & kakaknya pada akhirnya dilibatkan pada pembicaraan serius Ayah & Ibu mengenai rencana perpisahan Ayah & Ibu, Ani yang semula mengikuti kakaknya agar diserahkan saja pada Ayah & Ibu untuk membicarakannya secara baik-baik, pada saat terakhir berubah pikiran, Ani tidak mengijinkan Ayah & Ibu untuk berpisah. Sambil menangis yang tidak bisa ditahannya, Ani menceritakan semua apa yang dirasakannya saat ini, setelah mengetahui prahara Ayah & Ibu Ani. Ani mengatakan bahwa betapa hancur hatinya, namun betapa Ani tidak bisa membenci Ayah seperti Ibu & kakaknya, sebab Ani sangat sayang pada Ayah. Ani juga meminta maaf pada Ibu karena dengan begitu pasti Ani membuat Ibu marah, namun itulah yang sejujurnya, Ani memohon dengan sangat pada Ayahnya kembali menjadi Ayahnya yang dulu ...

Ibu & Ayah Ani memang pada akhirnya memilih untuk tidak berpisah, Ani sangat berterima kasih pada Ayah & Ibunya untuk itu, namun kadang Ani masih sering melihat Ibunya menangis saat mengingat kejadian itu, tidak mau berlaku seperti dulu yang takut, Ani menghampiri & menenangkan ibunya, meyakinkan ibunya bahwa jal itu tidak akan pernah terjadi lagi ...

pesan untuk Ayah :
aku menyayangimu sejak dulu ...
sampai sekarang pun ...
dan tak akan berubah selamanya ...
aku yakin kau pun begitu padaku ...
sedalam & sepahit saat itu ...
aku ikhlas melaluinya ...
demi ayah ...
demi tanganmu yang menyelimutiku di malam hari saat aku tertidur pulas ...
demi kata-katamu yang menenangkan ku dari kemarahan Ibu saat aku berbuat nakal ...
demi segala kenangan indah di masa kecil yang telah kau ukirkan untukku ...
ayah, kembalilah ... kembalilah jadi Ayahku yang dulu ...
aku sayang padamu ...



teruntuk ayahku tersayang, selamat hari ayah ... !!!




Jumat, 07 November 2014

Another Inspiration : Ketika Aku Tua

Ketika Aku Tua

Cerita yang cukup menyentuh, jika di refleksikan pada kehidupan saya saat ini, di usia saya sekarang ini, saya teringat akan Ibu & Ayah saya, namun jika di refleksikan beberapa tahun mendatang, saat usia saya kian merambat naik, maka bisa jadi saya juga mengalaminya ...



Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula. Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku.
Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu. 
Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku. Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.
Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku. Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?
Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tekhnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku. Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap “mengapa” darimu.
Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku. Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.
Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat. Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.
Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka. Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.
Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.
Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur. Dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.

Taken from Ipinchow.com

cukup singkat namun sarat makna, renungkanlah ... !!!